Jamur Maitake atau Grifola frondosa atau juga dikenal dengan jamur tari, merupakan jamur pangan yang populer di Jepang karena rasanya yang lezat dan manfaatnya untuk peningkatan kesehatan. Penelitian-penelitian ilmiah medis seputar jamur maitake saat ini masih lebih banyak terfokus pada kanker, namun masih berkembang ke manfaat kesehatan lainnya.
Selain menjadi bahan makanan, jamur maitake juga sudah banyak diekspor ke luar Jepang dalam bentuk suplemen karena aspek manfaat kesehatan tadi.
Maitake juga dikenal di Tiongkok dengan sebutan Hui Shu Hua, di Italia dengan nama Signorina, sedangkan di Amerika Serikat dijuluki Hen of the Woods.
Click to enlarge
Jika kopi terkenal dengan kafein, teh hijau dengan polifenol, maka jamur maitake terkenal dengan Beta Glukan. Hampir semua jamur memiliki Beta Glukan. Namun Beta Glukan maitake memiliki enam rantai molekul, sedangkan jamur lain (shiitake, kawaratake, lingzhi) hanya memiliki tiga rantai. Semakin banyak rantai molekul, semakin kuat efek antitumornya. Senyawa beta glukan dengan enam rantai ini dinamakan D-Fraction.
Profesor Hiroaki Nanba, ahli jamur asal Jepang, mencoba memperbaiki aktivitas D-fraction sebagai antitumor dan peningkat kekebalan tubuh. Dia pun melakukan pemurnian lebih lanjut dari D-fraction sehingga menghasilkan senyawa yang dinamakan MD-fraction. Senyawa murni inilah yang selanjutnya dipatenkan dan diuji efektivitasnya melawan kanker.
Selain MD-Fraction, jamur maitake juga memiliki senyawa X-Fraction yang berperan sebagai penekan kekebalan tubuh.
MD Fraction:
X Fraction:
MD-Fraction pada jamur Maitake memiliki peranan dalam mencegah risiko kanker, membantu pengobatan kanker, juga mencegah timbulnya kanker kembali setelah sembuh.
Setiap hari didalam tubuh kita jutaan sel-sel baru muncul dan tumbuh menggantikan sel-sel lama yang mati. Sel-sel tersebut seringkali tidak sempurna, dan kerusakan sel adalah hal yang umum terjadi pada tubuh manusia. Tapi tubuh memiliki mekanisme pertahanan yang memperbaiki atau membunuh sel yang rusak. Kanker terjadi akibat kegagalan mekanisme pertahanan tubuh dalam melakukan tugasnya.
Semua orang berisiko terkena kanker terutama mereka dengan gaya hidup tidak sehat, memiliki riwayat keluarga penderita kanker, atau sering terpapar karsinogen (polusi udara, air, zat kimia, dan sebagainya). Langkah terpenting untuk pencegahan adalah peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga proses perbaikan dan pembasmian sel rusak tidak terganggu.
Dalam penelitian Profesor Hiroaki Nanba, guru besar emeritus Univeritas Farmasi Kobe, Jepang, jamur maitake memiliki kandungan MD-Fraction yang mampu mengaktifkan sel T dan makrofag[1]. Sel T adalah kelompok sel darah putih yang berperan utama pada kekebalan seluler. Sementara makrofag adalah sel pada jaringan yang ‘memangsa’ patogen (bakteri penyebab penyakit).
MD-Fraction juga dapat meningkatkan jumlah sel pembunuh alami atau natural killer cells (NK cells) yang merupakan baris pertahanan pertama tubuh dalam melawan kanker. NK cells akan menghancurkan sel-sel abnormal dan dapat menghambat tersebarnya sel kanker ke lokasi lain di tubuh. Hasil akhirnya, MD-Fraction pada maitake membuat tubuh menjadi lebih tahan terhadap infeksi dan kanker.
Menahan
Menahan penyebaran sel kanker (metastasis) hingga 91,3%[1] dengan kandungan D-fraction yang mampu meningkatkan imunitas tubuh.
Mengurangi
Mengurangi efek samping kemoterapi seperti, kerontokan rambut, mual dan muntah, rasa nyeri, dan kehilangan nafsu makan[1].
Meningkatkan
Meningkatkan efektivitas pemulihan kanker[2] dengan menggabungkan pengobatan kemoterapi dan konsumsi jamur Maitake.
Dalam dunia pengobatan kanker ada istilah bernama remisi, yakni ketika gejala dan tanda kanker mulai berkurang atau telah bersih dari tubuh[2]. Namun bukan berarti sel kankernya tidak ada lagi di dalam tubuh. Pada tahap ini risiko kemunculan kanker masih tinggi, dan pasien perlu meningkatkan kekebalan tubuh.
Manfaat MD-Fraction jamur maitake sebagai pembangkit daya tahan tubuh (imunomodulator) sangat baik untuk pasien di masa remisi. MD-Fraction mampu mengaktifkan NK cell yang menghambat pembentukan tumor dalam jangka panjang[3].
Ekstrak jamur lain, seperti shiitake, hanya bekerja optimal bila diberikan melalui injeksi atau suntikan. Sedangkan ekstrak jamur maitake mampu bekerja optimal meski diberikan secara oral (dimakan).
Berdasarkan Jurnal yang dipublikasikan Alternative Medicine Review [4], dosis MD-Fraction yang digunakan untuk pengobatan kanker adalah 40-100 mg (setara dengan 2-4 tablet suplemen MD-Fraction) per hari selama 1-5 tahun dikombinasikan dengan pengobatan standar kanker. Untuk menghasilkan 2-4 tablet ekstrak maitake (MD-Fraction) dibutuhkan 200-400 kg maitake segar.
Food and Drug Association (FDA) Amerika Serikat menyimpulkan, maitake aman dan tidak bersifat toksik sehingga sama seperti makanan biasa, tidak ada batasan khusus dalam mengonsumsinya. Namun untuk terapi kanker, penggunaan maitake segar kurang efektif karena butuh jumlah yang sangat banyak.
Berdasarkan Jurnal yang dipublikasikan Alternative Medicine Review [4], dosis MD-Fraction yang digunakan untuk pengobatan kanker adalah 40-100 mg (setara dengan 2-4 tablet suplemen MD-Fraction) per hari selama 1-5 tahun dikombinasikan dengan pengobatan standar kanker. Untuk menghasilkan 2-4 tablet ekstrak maitake (MD-Fraction) dibutuhkan 200-400 kg maitake segar.
Click to enlarge
Food and Drug Association (FDA) Amerika Serikat menyimpulkan, maitake aman dan tidak bersifat toksik sehingga sama seperti makanan biasa, tidak ada batasan khusus dalam mengonsumsinya. Namun untuk terapi kanker, penggunaan maitake segar kurang efektif karena butuh jumlah yang sangat banyak.
Maitake juga memiliki manfaat lain bagi tubuh manusia, antara lain melawan diabetes, melawan hipertensi, dan juga menjaga kesehatan liver.
Selain berkhasiat untuk terapi pendamping pengobatan kanker, jamur maitake juga berkhasiat untuk membantu pengobatan diabetes. Maitake memiliki efek menurunkan kadar gula darah (hipoglikemik) dengan cara memperbaiki sensitivitas insulin yang menurun [5]. Insulin yang sensitif akan lebih baik dalam menurunkan kadar gula darah [6]. Lalu pada penelitian lain, efek hipoglikemik maitake ternyata diperoleh dari kandungan polisakarida [7]. Kandungan ini juga menjaga fungsi sel beta tetap normal. Sel beta merupakan salah satu sel anti-diabetes yang menjaga kestabilan gula darah.
Jamur maitake juga memiliki efek yang baik untuk mengatasi hipertensi. Maitake memengaruhi penurunan aktivitas Renin-angiotensin System (RAS), yaitu sebuah sistem keseimbangan hormon yang jika aktivitasnya diturunkan, maka tekanan darah pun akan turun [8]. Penelitian ini dilakukan pada sebuah objek yang awalnya mengalami hipertensi, lalu diberi maitake selama 120 hari. Hasilnya menunjukan adanya penurunan pada tekanan darahnya.
Khasiat maitake terhadap penyakit liver adalah mencegah penyakit “Fatty Liver” di mana kadar lemak tubuh jumlahnya berlebihan sehingga organ hati sulit bekerja dengan normal. Dalam hal ini jamur maitake dapat menghambat penimbunan lemak hati dan peningkatan lipid serum [9].
Pada penelitian lain, jamur maitake dan D-fraction dapat menunjukan manfaat dalam mengatasi hiperlipidemia atau tingginya kadar lemak dalam darah [10].
Pada sekitar tahun 1800-an di Jepang, jamur maitake adalah makanan para kaisar dan samurai. Maitake dimanfaatkan kaisar zaman Edo untuk menjaga kebugaran, mempertahankan vitalitas, dan memperlambat penuaan. Para samurai juga memanfaatkannya untuk menjaga stamina sehingga mereka jarang sekali sakit.
Zaman dahulu tidak mudah untuk mendapatkan jamur maitake. Bahkan kalangan istana rela membayarnya dengan perak seberat maitake yang ditemukan. Itulah sebabnya jamur maitake begitu berharga hingga mereka rela berburu di hutan-hutan belantara. Saat menemukannya, mereka akan menari kegirangan. Fenomena ini membuat maitake dijuluki “dancing mushroom” alias jamur menari.
Sangat sulit untuk menemukan jamur maitake karena jamur tersebut hanya tumbuh di habitat yang sangat bersih, sehingga saat itu hampir tidak mungkin juga untuk dibudidayakan sehingga dijuluki “mushroom in phantasm” atau jamur fantasi.
Namun upaya untuk membudidayakan maitake terus dilakukan, hingga seorang petani Jepang bernama Yoshinobu Odaira sukses membudidayakan maitake di kota Minamiuonuma. Selanjutnya Odaira pun mendirikan sebuah perusahaan yang memproduksi jamur maitake secara massal.
Jamur maitake dapat dijumpai di hutan pedalaman di kawasan Timur Laut Jepang, salah satunya di daerah Tohoku, di sekitar Prefektur Fukushima. Ia biasanya tumbuh di sekitar bagian pangkal pohon yang mati atau sekarat atau di akar yang membusuk.
Jamur maitake membutuhkan air bersih, kandungan oksigen, karbondioksida, suhu, dan kelembapan tertentu yang sangat spesifik. Dari semua faktor tersebut, kualitas air bersih adalah yang paling utama. Sumber air bersih di habitat jamur Maitake berasal dari lelehan salju yang menyelimuti bukit dan pegunungan, kemudian meresap ke dalam tanah sehingga menghasilkan mata air yang bersih. Inilah yang membuat maitake tumbuh besar dan memiliki kualitas yang baik.
Namun uniknya, maitake nyaris tidak pernah tumbuh di tempat yang sama. Kalau hari ini maitake tumbuh di suatu titik, belum tentu tahun depan ia bisa tumbuh kembali di titik yang sama. Hal ini menjadikan maitake sebagai jamur langka.
Selama ratusan tahun, Maitake dikenal sebagai jamur istimewa yang tidak bisa dibudidayakan sendiri. Sampai akhirnya pada tahun 1980-an, Yoshinobu Odaira, seorang petani asal kota Minamiuonuma berhasil mewujudkan kenyataan bahwa maitake dapat tumbuh di luar habitat aslinya.
Odaira kemudian mendirikan perusahaan produsen maitake skala besar pertama di dunia. Enam biocenter (gedung produksi) dirancang sedemikian rupa sehingga mirip dengan habitat aslinya. Air bersih, kelembapan udara, serta media tanam adalah faktor yang sangat dijaga. Perusahaannya menerapkan prosedur sterilisasi ketat agar jamur budidaya tidak terkontaminasi cendawan, bakteri, dan virus yang terbawa manusia. Kualitas strain (bibit) yang akan dibudidayakan juga dipilih secara ketat karena tidak semua strain sama khasiatnya. Strain jamur maitake yang digunakan adalah strain khusus yang dapat menghasilkan senyawa polisakarida 1,6-betaglukan, yang memiliki efek antikanker.
Tidak sampai di situ, maitake yang dipanen harus melewati proses uji higienitas, uji kontaminasi logam berat, pestisida, radioaktif, bahkan uji genetik. Proses ini dilakukan untuk memastikan jamur maitake tetap memiliki senyawa polisakarida 1,6-betaglukan sehingga manfaat legendarisnya tetap ada sebagaimana di zaman shogun dulu.
Ada dua keunggulan jamur maitake yang berpotensi disukai banyak orang. Pertama, rasa yang nikmat dan tekstur yang lembut sehingga dapat diolah menjadi makanan. Kedua, khasiatnya yang penting terhadap kesehatan. Dua potensi inilah yang membuat maitake memiliki daya jual di kalangan masyarakat. Terbukti sejak budidaya pertama di Jepang tahun 1980-an, produksi maitake di Jepang hingga tahun 1991 sudah mencapai 36.623 ton [11]. Enam tahun kemudian, produksi maitake di seluruh dunia meningkat hingga 40 kali lipat, yakni mencapai 331.000 ton per tahun. Angka ini tergolong menggiurkan untuk sebuah komoditi yang baru muncul.
Hingga sekarang popularitas maitake semakin meningkat [12] setelah beberapa peneliti menemukan khasiatnya terhadap kanker, diabetes, hipertensi, liver, bahkan HIV. Apalagi, efektivitas maitake dalam melawan kanker juga jauh di atas jamur yang lebih dulu populer, yaitu shiitake dan ling zhi.
Jamur maitake dapat diolah menjadi suplemen. Umumnya, jenis suplemen yang beredar adalah bubuk murni maitake dan ekstraksi MD-Fraction.